Sejarah Indonesia

Dapatkan Informasi Tentang Sejarah Indonesia Wajib Kamu Ketahui Untuk Menambah Wawasan

Sejarah Indonesia

Kisah Sejarah Kota Tua Jakarta Yang Menarik Di Masa Lampau

Kisah Sejarah Kota Tua Jakarta Yang Menarik Di Masa Lampau

Kisah Sejarah Kota Tua Jakarta Yang Menarik Di Masa Lampau – Gedung yang mirip kolonial beserta dominasi warna hijau tua, hitam, putih, dan memampangkan lingkungan Kota Lama. Bangunan-bangunan berpilar besar yang membubung tinggi lengkap dan jendela besar, berdiri tegak seolah menggoda Wisatawan untuk mampir sejenak.

Kota Tua Jakarta merupakan salah satu ikon wisata ibu kota yang penuh nilai sejarah. Kisah Sejarah Kota Tua Jakarta menarik untuk diketahui karena berkaitan dengan lahirnya Jakarta. Wilayah Kota Tua Jakarta mempunyai banyak Objek wisata sejarah. Banyak sekali gedung yang bersejarah Kokoh sejak zaman dulu dan masih kokoh hingga saat ini.

Beberapa di antaranya Museum Fatahillah, Museum Bank Indonesia, Museum Bank Mandiri, Jembatan Kota Intan, Pelabuhan Sunda Kelapa, Menara Syahbandar, dan lain sebagainya. Nah, mengunjungi tempat-tempat bersejarah ini semakin afdol jika wisatawan memahami sekilas sejarah Kota Tua Jakarta.

Bagi warga Jakarta, Kota Tua bukanlah kawasan wisata baru dan asing. Kota Tua telah menjadi bagian dari sejarah Jakarta sejak lama. Kali ini kita akan mengajak Anda untuk mengetahui sejarah menarik Kota Tua. Jadi, Anda tidak hanya akan terkesima karena bangunan dan kawasannya yang Instagramable, tapi juga sejarahnya.

Kisah Sejarah Kota Tua Jakarta Yang Menarik Di Masa Lampau

Sejarah Kota Tua Jakarta sebagai berikut. Agar mudah memahami sejarah Kota Tua Jakarta, maka kita bisa menelusurinya berdasarkan masa pendudukan.

Dion P. Sitohang dan Iwan Solihin (2011) dalam Sejarah Singkat Kota Jakarta menyebutkan, bahwa Kota Tua Jakarta dikenal juga dengan nama Kota Batavia Lama atau Oud Batavia. Wilayah ini dahulu adalah pusat Penguasa Batavia mencapai luas sekitar 15 hektar.

Sunda Kelapa (397-1527)

Tak jauh dari kawasan Kota Tua Jakarta terdapat pelabuhan Kerajaan Sunda yaitu Pelabuhan Sunda Kelapa atau Pelabuhan Sunda Kalapa yang terletak di muara Sungai Ciliwung. Sedangkan pusat kota pemerintahan Sunda yang terkenal dengan Pajajaran atau Dayeuh Pakuan Pajajaran (sekarang Bogor) bisa dicapai dengan perjalanan dua hari dari arah Pelabuhan Sunda Kelapa.

Pada era ke-12 Dermaga Sunda Kelapa terkenal dan merupakan persinggahan lada yang sangat sibuk. Kapal asing asal Jepang, India, Tiongkok, berlabuh di pelabuhan ini mengangkut barang dagangan yakni kopi, sutra, kain, porselen, dan lain sebagainya dengan imbalan rempah-rempah.

Kota Tua Jakarta di masa lalu tidaklah sama persis seperti yang kita lihat saat ini. Meski masih mempertahankan beberapa bangunan bernuansa kolonial di dalamnya, Kota Tua di masa lalu bukan sekadar tempat wisata Instagramable atau bersejarah. Namun, ini adalah markas besar Perusahaan Hindia Timur Belanda.

Belanda mulai memonopoli perdagangan rempah-rempah antarbenua pada tahun 1602. Untuk menjamin kelangsungan dan kelancaran usahanya, Belanda mendirikan Perusahaan Hindia Timur Belanda sebagai agen resmi kolonial.

Jayakarta (1527-1619)

Sejak tahun 1527 terbentuk penguasaan Sunda Kelapa sama Fatahillah pada Kesultanan Demak. Julukan Jayakarta artinya kemenangan. Oleh karena itu, Hari Lahir Jakarta dipastikan sejak tanggal 22 Juni 1527 berlandaskan Penundukan Sunda Kelapa pada Fatahillah yang akhirnya berganti nama menjadi Jayakarta.

Selanjutnya pemerintahan Jayakarta dipegang oleh Maulana Hasannudin dari Kesultanan Banten.

Batavia (1619-1942)

Selanjutnya Belanda mulai datang ke Jayakarta sekitar akhir abad ke-16. Sejak tahun 1619 persekutuan dagang Belanda atau VOC yang dikomandokan oleh (JP) Jan Pieterszoon Coen memasuki Jayakarta sesudah menaklukkan armada Kesultanan Banten.

Kemudian Belanda mengganti nama Jayakarta menjadi Batavia yang merupakan nama nenek moyang bangsa Belanda, Batavieren. Pada abad Pengelola kolonial Belanda kota Batavia bertumbuh pesat. Desain kota Batavia dibuat oleh Simon Stevin yang dirancang untuk menjadi ibu kota kerajaan dagang raksasa mulai dari Tanjung Harapan hingga Jepang.

Saat itu daerah Kota Tua Jakarta adalah pusat kota bersamaan menjadi pusat pemerintahan. Gedung Batavia ada di Museum Fatahillah atau gedung Museum Sejarah Jakarta saat ini.

Sedangkan bentuk Kota Batavia direncanakan sesuai adat Belanda, yaitu dilengkapi jalan lurus dan parit. Pada tahun 1629 Setelah kematian JP. Coen pertumbuhan pusat Batavia makin pesat.

Galangan kapal dibangun, bengkel kayu, Gudang, dan, Kali Besar yang semula berkelok-kelok diubah menjadi lurus, dan seterusnya. Kawasan sekitar Kali Besar dulunya digunakan sebagai tempat tinggal para pejabat elit Belanda.

Salah satunya Toko Merah yang masih berdiri kokoh. Gedung yang dibangun pada tahun 1700-an ini dulunya difungsikan sebagai rumah dinas Gubernur Jenderal Belanda. Sempat beberapa kali berubah fungsi, hingga akhirnya bangunan ini diambil alih oleh warga Tionghoa yang kemudian dijadikan pertokoan, sekitar abad ke-20.

Munculnya wabah

Sayangnya kejayaan Kota Batavia mulai meredup ketika terjadi wabah penyakit yang kini diduga sebagai penyakit malaria, disentri, dan kolera sekitar tahun 1732. Air di daerah lingkup Batavia sudah terkontaminasi hingga melahirkan asal penyakit untuk masyarakat. .

Kondisi ini diperparah dengan serangkaian gempa bumi yang mengguncang Batavia. Gempa tersebut menyebabkan longsoran gunung yang mencemari sumber air. Tak pelak, Batavia penuh dengan lumpur.

Ironisnya, bencana tersebut tidak ditangani dengan baik oleh pemerintah kolonial Belanda saat itu, serta kurangnya fasilitas kesehatan. Akibatnya, pada 9 Mei 1821, dilaporkan 158 orang meninggal karena kolera dan tiga hari kemudian 733 korban lagi berjatuhan di seluruh wilayah Batavia.

Tragedi ini menjadi akhir dari kisah Batavia Lama, Kota Batavia Lama atau Oud Batavia. Selanjutnya Batavia Baru atau Niew Batavia dibentuk di tanah Weltevreden (sekarang sekitar Gambir, Jakarta Pusat). Pusat pemerintahan pun dibawa ke kawasan Batavia Baru.

Jakarta setelah kemerdekaan

Setelah Indonesia merdeka, nama Jakarta resmi digunakan. Selain itu, Jakarta ditetapkan sebagai ibu kota Indonesia dengan pusat pemerintahan di kawasan Istana Merdeka saat ini.

Demi meninggalkan warisan kolonial, Arnoldus Isaac Zacharias Mononutu yang menjabat Menteri Penerangan Indonesia Serikat (RIS) menegaskan, sejak 30 Desember 1949 tidak ada lagi penyebutan Batavia.

Sedangkan Kota Tua merupakan destinasi wisata sejarah yang populer di Jakarta. Sembari berekreasi, pengunjung bisa belajar dan menyaksikan berbagai saksi sejarah perkembangan Jakarta.